Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 01 Januari 2011

Sejarah Masjid Soko Tunggal

Masjid Soko Tunggal ini terletak di kompleks Keraton Kesultanan Yogyakarta dan tepatnya didepan pintu masuk obyek wisata Taman Sari. Keistimewaan dari masjid ini terletak pada soko guru (tiang penyangga utama) nya yang hanya satu buah dan ditopang oleh batu penyangga yang biasa disebut Umpak, yang berasal dari zaman pemerintahan Sultan Agung Hanyokro Kusumo dari Kerajaan Mataram Islam dengan disain berbentuk Joglo Jawa. Keunikan mesjid ini karena hanya menggunakan satu pilar, biasanya bangunan berkonsep Joglo Jawa disangga oleh minimal empat soko guru. Keunikan lain, masjid ini dibangun tanpa menggunakan paku.

Prasasti Masjid "Soko Tunggal" Diresmikan pada hari Rabu Pon tanggal 28 Peruari 1973 oleh : Sri Sultan Hamengkubuwono IX Selesai di bangun pada hari Jum'at Pon Tgl. 21 Rajab Thn. Be sinengkalan "Hanembah Trus Gunaning Janmo" 1392 H atau 1 September sinengkalan "Nayono Resi Anggotro Gusti" 1972 M

Arsitek yang merancang masjid Sokotunggal adalah R. Ngabehi Mintobudoyo (almarhum), arsitek Keraton Yogyakarta yang terakhir. Desainnya berbentuk joglo, dengan satu menara dari besi dan satu tiang berukuran 50 cm x 50 cm.

Arsitektur bangunan masjid ini sarat dengan makna. Jika para jama'ah duduk di ruangan masjid, akan terlihat 4 buah Saka Bentung dan 1 buah Saka Guru. Semuanya berjumlah 5 buah. Merupakan lambang negara kita Pancasila. Sedangkan SOKOGURU merupakan lambang sila yang pertama, ialah : KETUHANAN YANG MAHA ESA. Usuk sorot (memusat seperti jari-jari payung), disebut juga peniung merupakan lambang Kewibawaan negara yang melindungi rakyatnya.

Kita juga akan menemukan beragam ukir-ukiran. Ukiran ini selain dimaksudkan untuk menambah keindahan dan kewibawaaan, juga mengandung makna dan maksud tertentu.

Ukiran Probo, berarti bumi, tanah, kewibawaan. Ukiran Saton, berarti menyendiri, sawiji. Sorot berarti sinar cahaya matahari. Tlacapan berarti panggah, tabah dan tangguh. Ceplok-ceplok berarti pemberantas angkara murka. Ukiran mirong berarti maejan. Bahwa semuanya kelak pasti dipanggil oleh Allah. Ukiran tetesan embun diantara daun dan bunga yang terdapat di balok uleng. Maksudnya, siapa yang salat di masjid ini semoga dapat anugerah Tuhan Allah.

Dari aspek konstruksi, bangunan masjid Sokotunggal ini juga sarat makna. Dalam konstruksi masjid itu ada bagian yang berbentuk bahu dayung. Ini melambangkan, orang-orang yang salat di masjid ini menjadi orang yang kuat menghadapi godaan iblis angkara murka yang datangnya dari empat penjuru dan lima pancer. Sunduk, artinya menjalar untuk mencapai tujuan. Santen, artinya bersih suci (kejujuran). Uleng, artinya wibawa. Singup, artinya keramat, Bandoga, artinya hiasan pepohonan, tempat harta karun. Dan tawonan, yang berarti gana, manis, penuh.

Rangka-rangka masjid yang dibentuk sedemikian rupa juga memiliki makna. Soko brunjung melambangkan upaya mencapai keluhuran wibawa melalui lambang tawonan. Dudur adalah lambang ke arah cita-cita kesempurnaan hidup melalui lambang gonjo. Sirah godo, melambangkan kesempurnaan senjata yang ampuh, sempurna baik jasmani dan rokhani. Dan mustoko yang melambangkan keluhuran dan kewibawaan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger